Kamis, 03 September 2009

Makanan

MAKANAN KHAS SUKU BAJO

Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas berbagai macam suku, agama, kebudayaan dan adat–istiadat. Setiap suku di Indonesia mempunyai ciri khas tersendiri. Salah satunya adalah makanan. Dalam hal ini Suku Bajo pun mempunyai makanan khas yang menjadi ciri tersendiri. Salah satunya adalah papi. Makanan ini sangat digemari oleh masyarakat Bajo yang bermukim di pesisir pantai. Disamping bahannya yang mudah didapat, cara membuatnya pun sangat praktis.
Papi berbahan dasar sagu kering yang dipadukan dengan kelapa parut, kemudian dipanaskan di dalam wajan. Untuk menghasilkan papi yang nikmat, dalam satu liter sagu dibutuhkan satu buah kelapa. Sebagian masyarakat Bajo ada yang menjadikan papi sebagai makanan pokok dan ada pula yang hanya menjadikannya sebagai makanan selingan. Papi akan terasa nikmat jika disajikan dalam keadaan panas. Biasanya Suku Bajo menyantap makanan ini dengan ikan bakar, kepiting rebus, dan cumi-cumi tumis sebagai lauknya.
Selain papi, Suku Bajo juga memiliki makanan khas lainnya yang disebut kampilleh. Cara membuat makanan ini sangat berbeda dengan cara membuat papi walaupun bahan dasarnya sama. Kampilleh terbuat dari sagu kering yang dicampur dengan kelapa parut, gula merah, dan diberi sedikit air.
Cara membuat kampilleh yaitu sagu dan kelapa parut dicampur dalam satu wadah yang diberi sedikit air. Setelah itu dibuatlah adonan yang berbentuk bulatan–bulatan sebesar kepalan tangan. Kemudian adonan-adonan tersebut dimasukkan ke dalam wajan yang telah dipanaskan dan diberi sedikit minyak goreng. Hal ini bertujuan agar bulatan-bulatan sagu itu tidak melengket pada wajan.
Setelah wajan panas, masukkanlah satu buah bulatan sagu. Kemudian bulatan tersebut diratakan dengan menggunakan sendok berukuran besar agar dapat berbentuk lingkaran. Setelah masak diberilah gula merah dengan cara mengirisnya sedikit–demi sedikit agar halus. Pemberian gula merah tergantung dari selera masing–masing. Setelah diberi gula merah, kampilleh ini kemudian digulung seperti kue dadar. Hal ini dilakukan hanya untuk menambah variasi agar kelihatan lebih indah. Kampilleh enak disajikan dalam keadaan panas, karena jika sudah dingin kampilleh ini akan mengeras dan rasanya tidak enak lagi. makanan ini lebih nikmat jika disajikan bersama teh hangat.
Makanan-makanan ini sudah sejak lama dimiliki oleh Suku Bajo, dan sampai sekarang pun masyarakat Bajo masih mengkonsumsinya. Satu kebanggaan tersendiri bagi Suku Bajo, walaupun begitu banyak makanan yang lebih nikmat, tetapi mereka tidak pernah lupa dengan makanan khas ini.
Created by : Salma Ali

Budaya

Pelantun Iko – Iko Meninggal dunia.

M. Syukur atau biasa di panggil wa Candra, biasa juga di panggil Puto Syukur, Si Pelantun Iko – Iko ( sastra Bajo ), telah meniggal dunia, pada Sabtu, 29 Agustus 2009 pukul 2.15 dini hari, setelah sebelumnya menderita sakit, di rawat 14 hari di rumahnya dan 2 hari di rumah sakit.

Puto Syukur meninggal di RSUD Sultra ,dalam usia 48 tahun, penyebab kematiannya di duga mengidap penyakit Hepatitis, almarhum di kebumikan di pemakaman umum Kelurahan Lapulu kota Kendari. Ia meninggalkan satu isteri dan empat orang anak.

Dalam kesehariannya Beliau terkenal dengan nyanyian Iko – iko nya yang merupakan cerita-cerita tentang budaya bajo yang sekarang terancam punah karena pelantun iki-iko sudah jarang. Ia juga terkenal dengan pengobatan tardisional yang di kuasainya. Tak sedikit warga yang berobat kepada sosok yang di kenal ramah ini.

Ia juga merupakan pengurus Kerukunan Keluarga Bajo ( Kekar Bajo Sultra ), ia selalu aktif di kegiatan – kegiatan Kekar Bajo. Di setiap acara – acara kesenian bajo ia selalu tampil membawakan iko-ikonya , sebagai suatu cerita rakyat yang di dalamnya banyak mengandung unsur agama, sosial, budaya, bahkan kehidupan remaja pun di ceritakan. Ia begitu piawai membawakannya. Kadang persoalan sosial yang terjadi saat ini tak lepas dari untaian kata dari iko-iko yang ia bawakan .

Di Lapulu tempat tinggalnya ia terkenal berjiwa sosial , ramah dan akrab kepada setiap orang. “ saya tidak menyangka beliau akan pergi ( meninggal , red ) secepat itu, padahal dia adalah orang yang baik hati, ramah , suka menolong dan dia juga humoris” , Ujar Puto Haerudin 62 Tahun. Tapi semua itu adalah kehendak yang di atas, kita Cuma bisa berdoa semoga amal ibadahnya di dunia di terima Allah SWT. Tambah warga Lapulu ini.

Kami merasa begitu kehilangan sosok ayah yang penuh tanggung jawab , tutur Candra 22 Thn anak pertama beliau.